obatcinta.com – Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa pokok ajaran Islam merupakan pelajaran islam yang paling sempurna. Ya, terang saja demikian, sebab urusan dan kehidupan umat manusia di muka bumi ini ada didalam AL-Quran. Sebagaimana Allah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (Al Maidah: 30).
Salman Al-Farisi berkata: “Telah berkata kepada kamu orang-orang musyrikin. Sesungguhnya Nabi kamu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai buang air besar!’ Jawab Salman, ‘benar!’” (Hadits Shohih riwayat Muslim). hal tersebut menunjukkan sempurnanya pokok ajaran agama Islam dan luasnya petunjuk yang tercakup di dalamnya, tang tidaklah seseorang itu butuh kepada petunjuk selainnya, entah itu secara teori demokrasi, filsafat, dan lain sebagainya.
Pengertian Hadits / As-Sunnah
Jika diartikan secara harfiah, Hadits ini berarti “perkataan” atau “ucapan” secara bahasa. Sedangkan secara istilah, hadits bisa berarti perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Disamping itu, Hadits juga kerapa disebut dengan nama As-Sunnah. Meski demikian, ulama Hadits membedakan antara hadits dengan sunnah.
Hadits merupakan ucapan atau perkataan Rasulullah Saw, sedangkan sunnah meupakan segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Hadits dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah Saw terdiri dari beberapa bagian, dimana satu sama lainnya saling berkaitan. Bagian-bagian hadits tersebut diantaranya adalah Sanad, yakni seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan hadits dari Rasulullah Saw, yang telah sampai kepada kita sekarang ini. Lain halnya dengan Matan, yang berupa isi materi hadits yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.
Hadits Sebagai Bayan
Hadits sebagai bayan terdiri dari bayan taqrir, bayan tafsir, bayan naskhi, dan bayan tasyri’i. Berikut penjelasan mengenai hadits sebagai bayan:
1.Bayan Taqrir
Bayan taqrir merupakan posisi sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan Al-Quran (Ta’ki). Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits:
Dari Ibn Umar Ra: Rasulullah Saw bersabda: “Islam didirikan atas lima perkara: menyaksikan dan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, haji, dan puasa ramadhan.”
2. Bayan Tafsir
Bayan tafsir berperan sebagai penjelas (tafsir) terhadap Al-Quran dan fungsi tersebutlah yang terbanyak. Adapun mengenai tiga macamnya yang terdiri dari:
-
Tafshil al mujmal
Yaitu hadits yang memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat Al-Quran. Seperti dalam hadits nabi yang diriwayatkan Bukhari: “Shalatlah sebagaimana engkau melihat shalatku” (H.R Muslim).
-
Takhshish Al-amm
Yaitu hadits yang mengkhususkan ayat-ayat Al-Quran yang umum, seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa : 14 “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sam dengan bagian dua anak perempuan”.
-
Taqyid Al-muthlaq
Yaitu hadits yang membatasi kemutlakan Al-Quran, sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah : 38 “Pencuri lelaki dan perempuan, potonglah tangan-tangan mereka”. ADapun sabda nabi yang berbunyi “Rasulullah Saw didatangi seorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”.
Baca Juga : Perbedaan Nabi dan Rasul, Serta Kisah Ulul ‘Azmi
3. Bayan Naskhi
Yaitu hadits menghapus hukum yang diterangkan dalam Al-Quran juga sebagai pokok ajaran islam. Para ulama mengartikan bayan nasakh ini melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-kannya. Hal tersebut terjadi pada kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama mutaqadimin.
Menurut para ulama mutaqadimin, yang disebut bayan naskhi ini merupakan dalil syara (yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian. Imam Hanafi sendiri membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadtis-hadits yang mutawatir dan masyur, sedangkan terhadap hadits ahad dia menolaknya. Seperti halnya kewajiban wasiat yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah : 180 “Diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu baoak dan karib kerabatnya secara maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.”
Ayat diatas tadi dinasakh dengan hadits nabi: “Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan tidak ada wasiat itu wajib bagi waris”. (HR. An-Nasa’i).
4. Bayan Tasyri’i
Yaitu hadits menciptakan hukum syari’at yang belum dijelaskan dalam Al-Quran. Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang fungsi sunnah sebagai dalil pada sesuatu hal yang tidak dijelaskan pada Al-Quran. Sebagai contohnya, keharaman jual beli dengan berbagai cabangnya menerangkan yang tercantum dalam surat An-Nisa:29 “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara”.
Dalil Hadits
Hadits yang dijadikan sebagai dalil kehujahan sunnah banyak sekali di antaranya sebagaimana sabda nabi, “Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku”.
Orang yang tidak berpegang teguh pada pedoman Al-Quran dan sunnah bisa tergolong sesat. Kehujahan sunnah sebagai konsekuensi ke ma’shuman nabi dari sifat bohong dari semua apa yang beliau sampaikan baik, berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya. Adapun mengenai kebenaran Al-Quran sebagai mu’jizat disampaikan oleh sunnah. Begitu juga pemahaman Al-Quran yang dijelaskan oleh sunnah dalam praktek kehidupan beliau.
Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam
Sebagaimana Al-Quran, hadits juga adalah sumber hukum pokok ajaran Islam. Derajatnya menduduki urutan kedua setelah Al-Quran. Hal tersebut merupakan ketentuan Allah SWT sebagaimana firman-Nya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” (QS. Al Hasyr : 7).
Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran:
- Menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang masih bersifat umum. Sebagai contohnya adalah ayat Al-Quran yang menyuruh shalat. Perintah shalat di dalam AL-Quran masih bersifat umum,sehingga diperjelas dengan hadits-hadits Rasulullah Saw tentang shalat, mulai dari tata cara maupun jumlah bilangan raka’atnya. Misalkan dalam menjelaskan perintah shalat tersebut, maka terciptalah hadits Rasulullah Saw yang berbunyi “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari).
- Memperkuat pernyataan yang ada dalam Al-Quran, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Quran yang mengatakan “Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah “. Maka ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadits dari Rasulullah Saw yang berbunyi “Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya” (H.R Bukhari dan Muslim).
- Menerangkan maksud dan tujuan ayat, sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S At-Taubah (9:34) dikatakan “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah SWT, gembalakanlah mereka dengan azab yang pedih”. Ayat tersebut kemudian diperjelas dalam sebuah hadits yang berbunyi “Allah SWT, tidak mewajibkan zakat kecuali suapaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati” (H.R Baihaqi).
- Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Quran. Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam Al-Quran, maka diambil dari hadits yang sesuai. Sebagai contoh, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi saudara perempuan istrinya. Makah al tersebut diterangkan dalam sebuah hadits “Dari Abi Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda: “Dilarang seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya” (H.R Bukhari).
Baca Juga : MENGENAL AJARAN AGAMA ISLAM SESUAI AL-QURAN, HADIST, DAN IJTIHAD